This is only a personal blog! I hope you guys like it, please enjoy ...
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Baiklah nama saya Arief Budiman, kata teman" sih saya orang nya humoris, simpel, rame kaya anak ayam dan suka 'mengejutkan'. Suka dengan intrumen musik drum, tapi ga bisa" main sampai sekarang :p (deretaakk degdesss...)

Senin, 11 April 2011

Tulisan Pendek (yang ternyata panjang) Tentang Kami

Kami lahir di era 1980-an dari suatu negeri yang memiliki 27 propinsi yang kami hafal, meskipun kami tak ingat harga bensin dan beras saat itu atau harga minyak tanah apalagi harga listrik PLN yang sering padam. Yang kami ingat adalah ada nama besar seperti Duran Duran, Michael Jackson, Ruud Gullit, Mike Tyson atau Elias Pical. Kami bertumbuh di era 1990-an, dari suatu negeri yang kata orangtua, zamannya Orde Baru.
Zaman dimana kami mengingat hampir semua nama-nama menteri negeri ini termasuk Presidennya yang tak pernah berganti, bahkan hafal lagu beberapa penyanyi seperti Betharia Sonata yang seingat kami dicekal, Tommy J Pisa yang mendayu-dayu, atau Gombloh yang sederhana. Dan film tivi satu-satunya yang ditunggu adalah, film cerita akhir pekan dari tivi satu-satunya yang disiarkan oleh satu-satunya siaran tivi, atau film Benyamin S dan Warkop DKI.

Kami membuat sendiri mainan kami seperti layangan atau memancing tak jelas di empang yang terlihat seperti danau bagi kami,
Bahkan bungkus bonbon (permen) “Sugus” yang warna-warni itu kami jadikan mainan duit-duitan, sembari pamer coklat “Ayam Jago” yang tipis, “Silverqueen” yang agak tebal atau sekedar “Chiki” rasa coklat.
Perempuannya bermain gambar boneka kertas yang bajunya bisa diganti atau kadang-kadang kami bermain bersama seperti petak umpet dan
karet gelang yang disambung. Mainan kami tak bisa asyik dimainkan sendirian, apalagi lapangan memang banyak dan luas.

Kami memang bertumbuh di era 1990-an, era dimana jalanan rasanya tak begitu sesak dan berasap. Hiburan kami saat berjalan-jalan adalah membaca dalam hati setiap tulisan di sepanjang jalan yang ternyata tak panjang..
“Toko Madju”, poster-poster iklan “Brisk” (kami dulu membacanya bris), “Dancow” (den-cou) atau “Lifebuoy” (li-fe-boi),
atau membaca judul film kedaluarsa di bioskop bukan twentiwan seperti “James Bond”, “Superman”, “Serangan Fajar”, “Ratapan Anak Tiri” atau film “Saur Sepuh”.

Terorisme tak laku di sini, sebab koran hanya memuat berita kunjungan Presiden atau berita tentang luar negeri.
“Margareth Tatcher si Wanita Besi”, “Piala All England” atau “Runtuhnya Tembok Berlin”.
Majalah kami “Bobo” dan “Donald Duck” meskipun kadang-kadang kami membaca majalah “Femina” atau “Intisari” milik orangtua.
“Arad dan Maya”, “Storm” juga Enyd Blyton rasanya tersebar di toko buku yang rasanya juga tersebar.

Kami generasi yang lahir di era 1980-an, remaja di era 1990-an, dewasa di 2000-an dan pasti mati di zaman 2000-an.pula.
Kami adalah generasi sebelum generasi kalian, atau generasi setelah generasi kakek nenek kalian.

Kami generasi pencicip, saksi yang hidup di dua zaman berbeda, seperti kompor minyak tanah ke kompor tabung elpiji, meskipun ada yang tidak berubah dari negeri ini seperti listriknya yang masih sering padam, seperti lirik lagu kami dulu yang berbunyi “aku masih, seperti yang dulu…”

Kami memang generasi yang dijejali lagu “Bukit Berbunga” sekaligus “Online”-nya Saykoji, generasi “Mario Bros” di Atari sekaligus “UEFA Champion” di PlayStation. Kami mantan pemain massal petak umpet yang merajai lapangan yang banyak dan luas, sekaligus merajai mall-mall di tempat yang dulunya lapangan yang banyak dan luas itu..

Kamilah saksi awal bumi hangus Peristiwa Mei sekaligus saksi berakhirnya Operasi Militer di Aceh.
Kamilah generasi negeri yang kini tak lagi memiliki 27 propinsi, generasi dari Presiden yang tak pernah berganti dan akhirnya tergulingkan,
sekaligus saksi Presiden kulit hitam Amerika pertama yang bernama Obama (bin Laden, adalah tokoh yang jadi musuhnya).

Kami generasi tivi hitam putih ke tivi warna, tempat tivi kotak kayu warna coklat dengan pintu geser, hingga tivi warna yang kacanya tak lagi cembung.
Generasi TVRI sekaligus MTV, radio 2 band RRI sampai iPod mini, yang dulu masa kecilnya bangga memiliki sepeda BMX atau sepeda balap, yang sore-sore meluncur dengan sepatu roda bahkan sempat mencicipi rasanya in-line skate.

Kamilah generasi yang dulu tergagap di komputer impor DOS versi mutakhir dan masih saja gagap di komputer lipat yang sekarang buatan negeri sendiri.

Kamilah saksi yang dulu dipotret kamera rol film sekaligus memotret dunia dengan kamera digital versi awal, dari telepon rumah yang dulunya mewah dan ga bisa dibawa kemana-mana hingga telepon genggam di perkampungan.
Semua barang mutakhir yang kami cicipi sekarang mungkin sudah kuno bagi kalian kini, apalagi benda-benda di era ‘80 sampai ‘90-an seperti kaset pita magnetik “The Beatles” dan “Chrisye” milik kami dulu, kertas kecil yang namanya perangko atau benda kotak hitam yang disebut pager (penyeranta).

Kami adalah generasi yang mempelajari saksi dan pelaku sejarah saat sekolah dulu, sekaligus menjadi saksi dan pelaku sejarah yang akan kalian pelajari nanti di sekolah.

Kami memang hidup di waktu Michael Jackson hidup dan mati. Hidup di saat WS Rendra hidup dan mati.
Kami menonton di layar cembung saat Jerman Timur dan Jerman Barat bersatu, menonton di tivi yang tak lagi satu-satunya disiarkan dari satu-satunya stasiun tivi waktu Uni Soviet tercerai-berai. Kami menonton Inul Daratista yang bernasib seperti Betharia Sonata dulu, sekaligus mendengar musik Melayu yang mendayu-dayu seperti Tommy J Pisa dulu.

Kami hidup di antara virus cacar dan polio sampai flu burung dan flu babi. Hidup di antara persawahan yg mudah ditemukan dan juga di antara hutan terbakar musim hujan yang tak hujan-hujan. Kami saksi awal negeri ini yang mulai dicuri oleh negeri tetangganya, saksi awal negeri yang mulai dipenuhi bencana lumpur panas meyembur, tsunami dan gempa bumi.

Kamilah saksi awal zaman yang melompat cepat, generasi yang berbangga sekaligus berduka.
Zaman yang melompat cepat seakan ada sesuatu di masa depan yg hendak disegerakan Tuhan.


Depok, 11 April 2011
Atas nama negeri yang di zaman kami bernama Indonesia, untuk sejarah generasi sebelum kami dan sejarah kami sendiri, menggunakan sisa-sisa bahasa Indonesia yang semoga saja kalian masih bisa pahami.

PS :
Terimakasih untuk sahabat saya yang menginspirasikan untuk tulisan ini.
Tulisan ini ditinggalkan untuk mengingatkan kalian, bahwa zaman 2011 ada juga manusia bego seperti kami, bukti bahwa Darwinisme itu pembohongan sains paling dramatis (Kalau Facebook Inc. selamat dari perang dunia keempat. Kalau masih “everyone in Facebook now”. By the way, semoga kalian menang perang atas negeri tetangga demi kami yang bego ini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar